1. Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Misalnya:
Ini muka penuh luka punya siapa.
Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu.
2. Anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.
Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya.
Bersorak-sorak orang di tepi jalan memukul bermacam-macam bunyi-bunyian melalui gerbang dihiasi bunga dan panji berkibar.
3. Apofasis atau preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tapi tampaknya menyangkal. Pura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tapi sebenarnya menekankan hal itu. Pura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tapi sebenarnya memamerkannya. Misalnya:
Jika saya tidak menyadari reputasimu dalam kejujuran, maka sebenarnya saya ingin mengatakan bahwa Anda pasti membiarkan anda menipu diri sendiri.
Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa Saudara telah menggelapkan ratusan juta rupia uang negara.
4. Apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tdak hadir, kepada mereka yang sudah meninggal, atau kepada barang atau objek khayalan atau sesuatu yang abstrak, sehingga tidak berbicara kepada para hadirin.
Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air tercinta ini berilah agar kami dapat mengeyam keadilan dan kemerdekaan seperti yang pernah kamu perjuangkan.
5. Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Biasanya dipisahkan dengan koma.
Dan kesesakan, kepedihan, kesakitn, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.
6. Alegori, parabel, dan fabel
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung makna kiasan. Makna kiasan harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Pelakunya berupa sifat ang abstrak dan tujuannya selalu jelas tersurat.
Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokohbiasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Biasanya berupa ceruta fiktif dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.
Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita binatang yang bertindak seolah-olah manusia. Ceritanya bertujuan menyampaikan ajaran moral.
7. Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Hal yang diperhatikan dalam alusi adalah harus ada keyakinan bahwa hal yang dijadikan alusi dikenal pembaca, penulis yakin bahwa alusi membuat tulisannya menjadi lebih jelas, dan bila alusi menggunakan acuan yang sudah umum, maka harus dihindari. Misalnya sering dikatakan dulu Bandung adalah Paris Jawa, kartini kecil turut memperjuangkan haknya.
8. Antonomasia adalah bentuk sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk nenggantikan nama diri.
Yang mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu.
9. Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata yang mekna kebalikannya, yang biasa dianggap ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan roh jahat, dam sebagainya.
Engkau memang orang yang mulia dan terhormat.
10. Anadilopsis adalah gaya bahasa ayang selalu menjadikan kata terakhir atau frasa terakhir dalam suatu kalimat atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.
Dalam laut ada tiram, dalam tiram ada mutiaranya, dalam tiram, ah tidak ada apa-apa.
11. Asosiasi adalah suatu gaya bahasa perbandingan dengan memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan yang dilukiskannya.
Wajahnya pucat pasi bagaikan bulan kesiangan.
12. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan atau maksud yang bertentangan dengan cara menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
Kaya-miskin, tua-muda, suami-istri semuanya berkumpul di lapangan mendengarkan pidato pak Harto.
13. Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang digunakan seseoang untuk menegaskan sesuatu, namun tampaknya menyangkal.
Kalau bukan karena terlampau banyak hutang budiku padanya sudah kubeberkan segala keburukannya di dalam rapat kita tadi.
14. Antiklimaks adalah gaya bahasa yang mengurutkan gagasan dari hal yang terpenting hingga hal yang tidak begitu penting.
Di tingkat satu, semangat belajarnya luar biasa. Hampir tidak ada waktu dan kesempatan luangnya tanpa diisi membaca buku dan belajar. Namun, mulai tingkat lima, kerjanya hanya tidur melulu.
15. Antisipasi adalah suatu gaya bahasa propelis, yaitu gahya bahasa yang selalu mendahulukan keterangan atau penjelasan tentang kejadian yang sebenarnya belum terjadi.
Contoh:
Pada hari naas itu, dia mengenakan kemeja warna merah.
16. Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Contoh:
Takut titik lalu tumpah
Keras-keras kerak kena air lembut juga
Keras hati, keras kepala, sekaligus keras adat
Pandai, pintar, tapi penipu
17. Anafora adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan kata pertama dari kalimat pertama menjadi kata pertama dalam kalimat berikutnya. Contoh:
Sumpah Pemuda pada tahun 1928 merupakan awal kebangkitan persatuan dan kesatuan bangsa. Sumaph Pemuda pada tahun 1928 itu benar-benar suatu momen sejarah bangsa kita yang harus selalu dan wajib kita kenang dan ambil hikmah serta harus kita jadikan sebagai dasar semangat pembangunan bangsa sampai kapanpun.
18. Antanaklasis adalah majas yang menunjukkan pengulangan kata yang sama tetapi memiliki makna yang berbeda.
Engkau dijual engkau dibaca
19. Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.
Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tidak apa-apa, badanmu sehat, tetapi psikis....
Bila bagian yang dihilangkan berada di tengah kalimat disebut anakoluton, misalnya:
Jika Anda gagal melaksanakantugasmu ... tetapi baiklah kita tidak membicarakan hal itu.
Bila pemutusan di tengah kalimat bermaksud untuk menyatakan secara tak langsung suatu peringatan atau karena suatu emosi yang kuat, maka disebut aposiopesis.
20. Eufimisme adalah semacam acuam berupa ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang yang dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.
Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka. (mati)
21. Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan mecapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Dalam pertanyaan retoris terdapat asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin.
Rakyatkah yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di negara ini?
22. Eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya, Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan, Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantikan.
23. Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Misalnya:
Putri bulan untuk bulan
Raja rimba untuk singa
Lonceng pagi untuk ayam jantan
Epanalipsis adalah suatu gaya bahasa perulangan atau repetisis perulangan kata terakhir pada akhir kalimat atau klausa.
Kita gunakan pikiran dan perasaan kita.
24. Epizeukis adalah gaya bahasa repetisi yang bersifat langsung dan kata-kata yang dipentingkan diulang beberapa kali sebagai penegasan.
Hanya dengan kerja keras, kerja keras, dan kerja keras, negara kita akan makmur.
25. Epifora adalah gaya bahasa paralelisme yang menempatkan kata atau kelompok kata yang sama pada akhir larik dalam puisi secara berluang-ulang.
Contoh:
Kalau kau mau, aku akan datang
Kalaukau kehendaki, aku akan datang
26. Fabel adalah gaya bahasa yang digunakan pengarang dengan menggunakan alam hewan sebagai pelakunya.
Contoh:
Kancil yang cerdik itu berhasil menipu buaya.
27. Histeron prosteron atau hiperbaton adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa.
Kereta melaju dengan cepat di depan kuda yang menariknya.
Jendela ini telah memberi sebuah kamar padamu untuk dapat berteduh dengan tenang.
28. Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu peryataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.
Kemarahaku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.
29. Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya digunakan pada sebuah kata yang lain. Atau dapat dikatakan hipalase adalah kebalikan dari relasi alamiah dua komponen gagasan.
Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah. (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya).
30. Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung da sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu.
Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.
Ia menjadi kaya raya karena sedikit mengadakan komersialisasi jabatannya.
31. Ironi, sinisme, dan sarkasme
Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan yang besar. Rangkaian kata yang digunakan mengingkari maksud sebenarnya.
Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang perlu mendapat tempat terhormat.
Sinisme adalah sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap ketulusan dan keikhlasan hati.
Memang Anda adalah gadis yang tercantik di seantero jagad ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.
Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih keras daripada ironi dan sinisme. Sarkasme mengandung kepahitan dan celaan yang getir.
Lihat sang raksasa itu (maksudnya si cebol)
Kelakuanmu memuakkan saya
Mulut kau harimau kau
32. Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula0mula menegaskan sesuatu, tapi kemudian memperbaikinya.
Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu , ah bukan, sudah lima kali.
33. Kiasmus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri atas dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.
Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekuan kami untuk melanjutkan usaha itu.
34. Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.
Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.
35. Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tapi dalam bentuk yang singkat. Tidak menggunakan kata seperti, bagai, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan denga pokok kedua. Proses terjadinya sama dengan simile tapi secara berangsur-angsur keterangan mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan. Metafora dapat menduduki semua fungsi (subjek, predikat, dll.)
Orang itu seperti buaya darat Orang itu adalah buaya darat. Orang itu buaya darat
Perahu itu menggergaji ombak.
36. Mesodiplosis adalah gaya bahasa bentuk repetisi yang selalu menggunakan pengulangan di tengah-tengah baris atau kalimat secara berurutan.
Contoh:
Kita rakyat yang bisu
Kita rakyat yang tidak punya kata
Kata rakyat bukan kata rakyat lagi maknanya
Tanpa rakyat bangsa tak ada
Maka berilah rakyat kata biar tidak bisu
37. Melosis adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang merendah dengan tujuan menekankan atau mementingkan hal yang dimaksud agar lebih mengesankan dan bersifat ironis.
Contoh:
Tampaknya kantor kecamatan tersebut membutuhkan orang sepandai saudara. (maksudanya dia dimutasi ke kantor kecamatan)
38. Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena meiliki pertalian yang sangat dekat. Metonimia merupakan suatu bentuk sinekdoke.
Saya minum satu gelas, ia dua gelas
Ia telah memeras keringat habis-habisan
39. Okupasi adalah gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan, namun disertai penjelasan.
Contoh:
Kedengarannya memang aneh, masa dia selalu merasa sepi hidup di tengah-tengah kota metropolitan Jakarta.
40. Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Atau gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih tajam dan padat dari paradoks.
Dengan membisu seribu kata, mereka sebenarnya berteriak-teriak agar diperlakukan dengan adil.
41. Onomatope, adalah bunyi-bunyi yang tidak ada artinya yang dituliskan. Bunyi-bunyi ini mecakup antara lain suara hewan, suara-suara lain, tetapi juga suara-suara manusia yang bukan merupakan kata, seperti suara orang tertawa.
Suara hewan: menggonggong, mendesis, mengeong dsb.
Suara lain: tercebur
Suara manusia: ha-ha-ha
42. Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata sambung.
Dan kemanakah burung-burung yang gelisah dan tek tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya.
43. Pleonasme dan tautologi
Pada dasarnya kedua gaya tersebut adalah acuan yang mempergunakan kata-kata yang lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan suatu pemikiran atau gagasan. Disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan namun artinya tetap utuh. Sebaliknya, bila kata yang berlebihan itu mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain disebut tautologi.
Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.
Ungkapan ersebut merupakan pleonasme karena meskipun klausa dengan telinga saya sendiri dihilangkan, maknanya tetap.
Ia tiba jam 20.00 malam waktu setempat.
Acuan tersebut disebut tautologi karena kata yang berlebihan itu mengulang kembali gagasan yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu malam sudah tercakup dalam jam 20.00.
44. Perifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berkelebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja.
Ia telah beristirahat dengan tenang. (mati, atau meninggal)
45. Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gay bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.misalnya dalam mendeskripsikan peristiwa kecelakaan pesawat terbang, sebelum sampai kepada peristiwa kecelakaan itu sendiri, penulis sudah mempergunakan kata pesawat yang sial itu. Padahal kesialan baru terjadi kemudian.
Pada pagi yang naas itu, ia mengendarai sebuah sedan biru.
46. Paralelisme adalah majas yang mengulang kata di setiap baris yang sama dalam satu bait.
Kau berkertas putih
Kau bertinta hitam
Kau beratus halaman
Kau bersampul rapi.
47. Parabel adalah gaya bahasa yang berjudul cerita-cerita singkat, berisikan ajaran-ajaran pendidikan atau agama yang biasanya terdapat dalam kitab suci.
Contoh:
Cerita Abunawas
48. Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain.
Bibirnya seperti delima merekah.
Matanya seperti bintang timur.
Bagai air di daun talas.
Persamaan dibedakan atas persamaan tertutup dan persamaan terbuka. Persamaan tertutup adalah persamaan yang mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu, sedangkan persamaan terbuka adalah persamaan yang tidak mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu. Pembaca atau pendengar diharapkan akan mengisi sendiri sifat persamaannya.
Saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa tegang seperti mengikuti pertandingan bulu tangkis dalm set terakhir dengan kedudukan 14 – 14. (tertutup)
Saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa seperti mengikuti pertandingan bulu tangkis dalm set terakhir dengan kedudukan 14 – 14. (terbuka)
49. Personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan bena-benda mati seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Matahari baru saja kembali ke peraduannya, ketika kami tiba di sana.
50. Pun atau paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi.
Tanggal dua gigi saya tanggal dua.
“Engkau memang kaya!” “Ya, kaya monyet!”
51. Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada atau dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya.
Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaannya yang berlimpah-limpah.
52. Repetisi adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi suku kataatau kalimat yang dianggap penting untuk memberi penegasan atau tekanan.
Contoh:
Sekali tidak, ya tidak. Titik!
53. Silepsis dan zeugma adalah gaya di mana orang mepergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama.
Dalam silepsis, konstruksi yang dipergunakan itu secara gramatikal benar, tapi secara semantik salah.
Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.
Konstruksi yang benar adalah kehilangan topi dan kehilangan semangat, yang satu bermakna denotasi, sedang yang lain bermakna kias
Dalam zeugma, kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya, baik secara logis maupun gramatikal.
Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami.
54. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian untuk dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro parte).
Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar RP 1000,-
Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan Malaysia di Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3 – 4.
55. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Tidak perlu bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuannya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis.
56. Simploke adalah gaya bahasa repetisi berbentuk pengulangan kata pada awal dan akhir dari berbagai baris kata atau kalimat secara berurutan.
Contoh:
Kamu bilang hidup ini brengsek, aku bilang biarin
Kamu bilang hidup ini tak berarti, aku bilang biarin
Kamu bilang aku tidak berkepribadian, aku bilang biarin
Kamu bilang aku tidak punya pengertian, aku bilang biarin
Kamis, 04 Maret 2010
Senin, 15 Februari 2010
Puisi Aella Si Angin Puyuh
ARAH ITU BUKAN UNTUKKU
Keliru kususuri jalanmu
Terasa bebatuan melukai kakiku
Semak-semak melukai lenganku
Tidakkah begitu rumit perjalanan ini
Belum lagi kulihat mendung mengambang di langit
Tidakkah engkau salah memberi arah padaku
Semakin jauh ku melangkah
Tak kutemukan juga dermaga itu
Bah...peluhku tak bisa ku sekah lagi
Lemah aku tersungkur di antara kesombonganmu
Air mataku menetes lagi
Untuk sebuah pukulan sesalku
Lihatlah....
Tidakkah aku kian rapuh?
Apakah ini maumu?
Baiklah kutinggalkan saja jalan ini
Diriku pun telah lama menyadari
Bahwa arah yang kau berikan bukanlah untukku
(by Aella, si angin puyuh, untuk kepergianmu)
TAK ADA TANDA UNTUKKU
Tak tergores tanda itu untukku
Bahkan pesanmu pun tak tertinggal dihariku
Lenyap di antara badai
Hendak merengkuhmu pun tak mampu
Dimana batu sembunyikan kabarmu?
Berlalu dan berhenti
Galau ini menyelimuti hatiku
Mencengkeramku dalam sepi
Menerkamku di ujung malam
Teriakan tak mampu membawamu kembali
Mengapa semua harus begini
Kau torehkan luka disudut otakku
Menghabusmu mungkin tak bisa
Menyimpanmu sangatlah melelahkan
Bagaimana aku berdiri pasti
Jika semua kau sudahi
Tertunduk menahan perih
Diantara penantian yang tiada henti
(by Aella, sebuah angin puyuh untuk kepergianmu)
TEMANKU PAIJO
Negaraku kaya dengan rempah-rempah yang melimpah
Namun temanku masih terkurung kemlaratan
Entah sampai kapan nasib ini berlanjut
Borok di kakinya pun tak juga sembuh
Bagaimana mungkin kan berobat?
Kartu jamkesmas pun hanya sekedar mimpi
Buat temannku si paijo
Hanya yang memiliki rumah dapat jamkesmas
Sedang beribu temanku tak punya rumah
Ditengok pun tak pernah
Bagaimana tahu ada paijo di lorong jembatan?
Sang penguasa kian buta
Menutup mata buat temanku paijo
Beli beras pun sudah tak mampu
Anaknya menangis kelaparan
Istrinya pergi tak tahan bernasib malang
Lari dengan pemulung tetangga paijo
Paijo tersenyum sambil meringgis
Meratapi nasib buruknya
Aku tak kuasa melihatnya
Karena nasibku pun sama dengan paijo
(By Aella, si angin puyuh, untuk temanku paijo)
Selasa, 05 Januari 2010
SAJAK DI ANTARA BELENGGU
Karya Sriuut
Perempuan muda itu tak tahu mengapa hari ini hatinya kelabu. Dipandangnya cakrawala, tampak matanya berkaca-kaca. Ada gelisah di hatinya. Sebuah kata tertahan di bibirnya yang tampak membiru menahan pedih yang dalam. Mengapa hidup tak ramah padanya? Andai dia bisa mengatur nasibnya, mungkin dia akan memilih menurut maunya. Tuhan tak tentukan dia untuk berjalan mulus di hidupnya.
Perempuan muda itu mengucap lirih sebuah nama yang memberikan warna baru dalam hidupnya. Sebuah nama yang mampu mengingatkan arti cinta yang sudah lama dilupakannya.
” Mengapa harus begini?” resahnya makin menjadi, air matanya menetes berlahan. Dia susuri lorong sepi itu, terasa sunyi sekali. Dia ingin pagi itu hujan rintik-rintik hingga tak ada seorang pun yang bertanya mengapa dia menangis. Diusapnya berlahan butiran putih yang menghias pipinya, dia harus menjadi wanita tegar hari ini hingga pelita-pelitanya tak tahu kesedihannya. Dia harus tampil menjadi sosok teladan bagi anak-anak harapannya. Dia harus tersenyum menjelma menjadi perempuan yang sempurna.
***
Ruang-ruang telah mulai dipenuh canda, lorong tak lagi sepi. Perempuan muda itu melangkah dengan pasti meski perih hatinya masih belumlah sembuh. Beberapa anak-anak menyapanya ramah dan dia tersenyum dengan tulus. memang itulah yang dilakukannya tiap hari. ”Tulus” sebuah kata yang telah mengakar di hatinya.
”Bagaimana kabar kalian? ” Perempuan muda selalu mengucapkan itu, setiap hendak mulai tugasnya. Mungkin itu pula yang selalu ingin dia ucapkan untuk pengembara yang telah memberi warna dalam hidupnya. Tapi tidak, dia tak ingin mencampur adukan kegelisahan dalam setiap tugasnya. Dia akan lupa sejenak pada pengembara bila sedang menerangkan bait-bait sajak atau saat dia berbicara tentang indahnya puisi Sapardi Djoko Damono, WS Renda dan Chairil Anwar yang penuh semangat karena itulah kesukaannya. Dia akan tersenyum jika pelitanya mampu goreskan kata-kata penuh makna di setiap lembaran putih. Duh Gusti, itulah kesukaan perempuan muda dan pengembara sangat paham akan itu.
Kapalku mengembara
Nahkodaku gelisah
Di manakah kotamu
Terlalu sulit aku tambatkan kapalku
Pelabuhanmu tertutup untukku
Namun mengapa syah bandarmu memanggilku
Karangmu begitu angkuh
Aku ingin menatapmu
Adakah mutiara masih tersembunyi dalam karang
Atau kau telah membuangnya di tengah laut?
Tidak kah kau iba melihatku
Nahkodaku telah kehilangan kendali
Kapalku masih di tengah samudra
Tidakkah kau ijinkan kapalku melabuh?
Itulah yang dia tulis dalam buku hariannya pagi itu. Dia tutup lagi dan ditinggalkan angannya di sana. Dulu adalah hari yang indah baginya, bersanding dengan lelaki yang dicintanya. Dia bangga menjadi seorang wanita dan seorang ibu bagi buah hatinya. Tanpa dimau, prahara itu datang padanya.
”Mengapa harus begini ? Mengapa harus terjadi padaku?”. Perempuan muda itu menjerit dalam hatinya. Lelaki sekaligus ayah anak-anaknya telah menghianati kesetiannya. Mengoyak dan membuat luka dihati perempuan muda. Banyak cinta yang sebenarnya dikhususkan untuk lelaki yang telah mengisi harinya. Perempuan lain tertawa di atas lukanya. Perempuan liar menoreh pilu di hatinya. Perempuan kejam telah menusuk hatinya yang penuh cinta. Perempuan yang tak tahu arti kesetiaan telah hancurkan biduk cintanya. Telah membuat seorang suami sakiti istrinya, telah membuat seorang ayah lukai anak-anaknya. Perempuan muda hanya mampu tertunduk dan jatuh di antara kepedihan.
***
Perempuan muda tersenyum lagi karena itulah yang bisa diberikan pada wajah-wajah tak berdosa, meski hatinya menjerit pada langit, pada bumi, pada alam yang tak ramah padanya. Dia tak ingin semua orang tahu cintanya telah hilang, hatinya telah kosong, nol dan hampa. Tidak, perempuan muda itu sangat hebat. Dia telah menjadi wanita sempurna dalam kerjanya. Jadi ibu untuk ratusan pelitanya. Jadi teladan bagi rekan dan saudaranya. Perempuan tegar ditengah kegundaan. Bagai air di padang tandus. Bagai hujan di musim kemarau.
Dia tak ingin biduknya hancur. Dia tak ingin sakit hatinya luluhkan mentari. Dia wanita hebat yang pemaaf. Kesetiannya telah terlukai namun tak ingin kapal dan rumahnya hancur ditikam prahara.
Perempuan muda kini bagai robot tak lagi rasakan kasih yang dalam. Raganya dia baringkan di atas dipan suaminya. Hatinya kosong. Jiwanya terluka namun raganya dia persembahkan untuk ayah dari anak-anaknya. Untuk suami yang telah mengoreskan kesedihan yang dalam. Pedih di antara kodratnya. Perih di antara takdirnya. Perempuan hebat memilih bersama karena tak tega air mata anaknya terjatuh. Perempuan muda jalani hidup sebagai istri kehilangan cinta, sebagai ibu yang terluka karena penghianatan. Perempuan hebat tak menyerah meski Perempuan lain menertawakanya.
****
Pengembara datang di tengah gelisah, menyapa perempuan muda yang kehilangan warna dalam hatinya. Dia tak tahu bagaimana awalnya? Ada sesuatu yang mengisi relung hatinya. Sesuatu yang indah, sesuatu yang telah lama hilang dalam hidupnya. Sesuatu yang membuat harinya indah dan mampu menyisihkan sebentar kegundaannya. Pengembara tuliskan kata-kata indah untuk perempuan muda yang kehilangan banyak cinta dan lupa arti kasih sayang baginya.
Lewat mana kujawab kerinduan itu?
Adakah angin berhembus
Kesana?
Tidakkah kau rasa
Bayangan ada di depanmu
Lihat dalam segala
Yang ada di depanmu
Tidakkah ia hendak berkata
Rindu jua...
Pengembara kirimkan untaian indah. Perempuan muda hatinya berbunga, bagai camar terbang di laut lepas. Hatinya yang gundah berubah warna menjadi pelangi dengan semburat warna yang indah. Kekosongannya berganti rindu. Pengembara telah mencuri hatinya. Telah mengubah kehampaan menjadi gempita . Mengapa pengembara datang padanya? Mengapa tidak dulu saja ketika perempuan muda belum mengenal cinta? Mengapa harus sekarang, di saat kodratnya telah ditetapkan untuknya?
” Aku tak tahu lagi? Prahara atau anugrah bagiku? Aku tak mampu menjawab untuk takdir atau jalan hidupku? Aku tak tahu rahasia apalagi yang harus ku lakoni?” Perempuan muda bertanya dalam kebimbangannya.
Pengembara datang membawa cinta sekaligus resah bagi perempuan muda. Perempuan muda mulai dirundung rindu, pengembara kirimkan kebimbangan di hatinya.
Perahu dan biduk pengembara tidaklah sendiri. Banyak penumpang dan banyak jiwa menyatu dalam kodratnya. Bagaimana lagi menepis cinta yang telah terlanjur menghuni sebagaian mimpi perempuan muda? Pengembara tak mampu menjawab. Perempuan muda kirimkan resah. Pengembara diam begitu lama? Tak tahu harus berkata apa? Perempuan muda kian gundah.
Perempuan muda tak bisa lari darinya? Perempuan muda menangis lagi, tak tahu mengapa cinta harus mempermainkan hidupnya? Mengapa pengembara datang dan memberikan warna di hatinya jika tak lagi bisa bersama?
” Tidakkah kau ijinkan bagiku untuk mencintaimu? Salahkah jika kutemukan kekosongan itu padamu? Kau telah membelengguku dengan kasihmu” lemah perempuan muda itu bertanya.
” Tidak, aku tak menyalahkanmu, tentu aku ijinkan dirimu untuk mencintaiku, tapi banyak hal yang tak kau mengerti?” sejenak pengembara itu terdiam.
”Bukankah telah banyak hal yang bisa kupahami?”
”Duniaku tak sama denganmu?”
”Pada bagaian mana yang tak sama menurutmu?”
”Aku dengan segala keterbatasanku?”
” Aku tak paham maumu?’ lemah kata itu terucap dari bibirnya yang membiru karena menahan pedih yang terlalu lama.
” Kau tak akan paham atau mengerti bahwa banyak jiwa pada diriku, perahuku, keyakinanku dan salibku tak sama bagimu. Kesukaanmu karena kelebihanku dan cintamu karena kekuranganku?” Pengembara itu telah membuat hati dan pikiran perempuan muda itu kian sedih
”Lalu bagaimana denganku? Terlanjur sudah kau buat gelisah dan rindu di hatiku? Mengapa kau harus datang padaku? Bahkan sajak-sajakmu telah membelengguku!”
” Kita punya jalan yang sama, kesukaan yang sama, kita bisa mengubahnya menjadi lebih berarti!”
”Maksudmu?” Perempuan muda itu semakin gelisah
” Jangan menangis, pandanglah hidupmu, songsonglah harimu, tidakkah itu lebih berarti? Mari bersamaku meraih hari ini?” Dengan tenang pengembara itu menjelaskan pada perempuan hebat yang lama kehilangan cinta.
”Kalau begitu biarlah aku pergi darimu, atau sekalian ku ucapkan selamat tinggal padamu.” Tak bisa lagi perempuan muda itu menahan butiran kristal di matanya yang sedari tadi telah ditahannya agar tak jatuh. Dia tak ingin kelihatan lemah di hadapan pengembara.
”Kenapa harus begitu? Tidakkah kau bisa tulis pada sajak yang merupakan kesukaanmu itu?” tenang saja pengembara itu berkata, tak tampak kemarahan ataupun kebencian di wajah dan matanya.
”Jangan lagi menangis.” tambahnya lagi.
”Kau tak bisa pahami, bagaimana cintaku padamu?” lemah perempuan muda itu berucap sambil diusapnya air mata yang sejak tadi dibiarkan jatuh di pipinya.
”Apakah aku harus buang ibu dari anak-anakku? Tidak! istri adalah hidupku sendiri. Itulah salibku!” suara pengembara itu tegas dan setengah tak sabar.
”Tidak. Bukan itu mauku, aku tak ingin menyakiti siapapun, aku tak minta apapun darimu! Cukuplah ijinkan aku mencintaimu? Salahkah aku temukan itu padamu? Aku pun tak akan tinggalkan kapal dan bidukku? Tak kan kubiarkan permataku hancur karena diriku! Tak ingin kutenggelamkan kapalku didasar laut? Tidak, bukan itu mauku!” isak perempuan itu kian menjadi. Pengembara terdiam, mulai paham akan mau perempuan muda itu. Tahulah pengembara, perempuan muda itu hatinya hampa, perempuan muda telah dikhianati, perempuan muda telah terluka, perempuan muda bernasib malang. Perempuan itu telah kehilangnan banyak cinta. Ketegarannya karena hidupnya sangat berarti bagi semua orang. Perempuan hebat menemukan lagi cintanya. Pengembara tersenyum. Wajahnya begitu lembut, dia tersenyum pada perempuan muda .
”Jangan menangis lagi, ini untukmu.”
Inikah kesukaanmu: maka pada suatu hari ia ingin sekali menangis sendiri
Sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu...
Ia ingin pagi itu hujan rintik-rintik dan lorong sepi
agar ia bisa berjalan sendiri saja
Sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa?
” Mengapa engkau selalu membuatku tak bisa lari darimu? Mengapa juga kau paham akan mauku?” Perempuan muda itu tersenyum meski air matanya masih hangat terasa dipipinya. Wajahnya tak tampak sedih lagi meski tak bisa ditahannya air mata itu. Dia semakin paham maksud pengembara. Ya, Dia tak harus pergi dari pengembara. Perempuan muda telah mengubah cintanya lebih berarti. ”Carpediem” raihlah hari ini. Pengembara telah kenalkan hidup itu lebih indah dan cinta itu adalah inspirasi untuknya. Pengembara tersenyum pasti sambil dia lantunkan sajaknya.
Hujan telah turun
Menyusup tanah
harum menguap
sementara air menuju laut
tuk kembali membuat hujan
Perempuan muda tak lagi teteskan air mata. Perempuan muda temukan semuanya. Pengembara adalah semangatnya, inspirasi dan hidupnya. Tak ada yang tersakiti, tak ada yang harus terluka karena hidupnya sangat berarti. Karena harinya haruslah indah. Pengembara dan perempuan muda pun tersenyum pada esok yang membawanya pada anugrah.
****
Karya Sriuut
Perempuan muda itu tak tahu mengapa hari ini hatinya kelabu. Dipandangnya cakrawala, tampak matanya berkaca-kaca. Ada gelisah di hatinya. Sebuah kata tertahan di bibirnya yang tampak membiru menahan pedih yang dalam. Mengapa hidup tak ramah padanya? Andai dia bisa mengatur nasibnya, mungkin dia akan memilih menurut maunya. Tuhan tak tentukan dia untuk berjalan mulus di hidupnya.
Perempuan muda itu mengucap lirih sebuah nama yang memberikan warna baru dalam hidupnya. Sebuah nama yang mampu mengingatkan arti cinta yang sudah lama dilupakannya.
” Mengapa harus begini?” resahnya makin menjadi, air matanya menetes berlahan. Dia susuri lorong sepi itu, terasa sunyi sekali. Dia ingin pagi itu hujan rintik-rintik hingga tak ada seorang pun yang bertanya mengapa dia menangis. Diusapnya berlahan butiran putih yang menghias pipinya, dia harus menjadi wanita tegar hari ini hingga pelita-pelitanya tak tahu kesedihannya. Dia harus tampil menjadi sosok teladan bagi anak-anak harapannya. Dia harus tersenyum menjelma menjadi perempuan yang sempurna.
***
Ruang-ruang telah mulai dipenuh canda, lorong tak lagi sepi. Perempuan muda itu melangkah dengan pasti meski perih hatinya masih belumlah sembuh. Beberapa anak-anak menyapanya ramah dan dia tersenyum dengan tulus. memang itulah yang dilakukannya tiap hari. ”Tulus” sebuah kata yang telah mengakar di hatinya.
”Bagaimana kabar kalian? ” Perempuan muda selalu mengucapkan itu, setiap hendak mulai tugasnya. Mungkin itu pula yang selalu ingin dia ucapkan untuk pengembara yang telah memberi warna dalam hidupnya. Tapi tidak, dia tak ingin mencampur adukan kegelisahan dalam setiap tugasnya. Dia akan lupa sejenak pada pengembara bila sedang menerangkan bait-bait sajak atau saat dia berbicara tentang indahnya puisi Sapardi Djoko Damono, WS Renda dan Chairil Anwar yang penuh semangat karena itulah kesukaannya. Dia akan tersenyum jika pelitanya mampu goreskan kata-kata penuh makna di setiap lembaran putih. Duh Gusti, itulah kesukaan perempuan muda dan pengembara sangat paham akan itu.
Kapalku mengembara
Nahkodaku gelisah
Di manakah kotamu
Terlalu sulit aku tambatkan kapalku
Pelabuhanmu tertutup untukku
Namun mengapa syah bandarmu memanggilku
Karangmu begitu angkuh
Aku ingin menatapmu
Adakah mutiara masih tersembunyi dalam karang
Atau kau telah membuangnya di tengah laut?
Tidak kah kau iba melihatku
Nahkodaku telah kehilangan kendali
Kapalku masih di tengah samudra
Tidakkah kau ijinkan kapalku melabuh?
Itulah yang dia tulis dalam buku hariannya pagi itu. Dia tutup lagi dan ditinggalkan angannya di sana. Dulu adalah hari yang indah baginya, bersanding dengan lelaki yang dicintanya. Dia bangga menjadi seorang wanita dan seorang ibu bagi buah hatinya. Tanpa dimau, prahara itu datang padanya.
”Mengapa harus begini ? Mengapa harus terjadi padaku?”. Perempuan muda itu menjerit dalam hatinya. Lelaki sekaligus ayah anak-anaknya telah menghianati kesetiannya. Mengoyak dan membuat luka dihati perempuan muda. Banyak cinta yang sebenarnya dikhususkan untuk lelaki yang telah mengisi harinya. Perempuan lain tertawa di atas lukanya. Perempuan liar menoreh pilu di hatinya. Perempuan kejam telah menusuk hatinya yang penuh cinta. Perempuan yang tak tahu arti kesetiaan telah hancurkan biduk cintanya. Telah membuat seorang suami sakiti istrinya, telah membuat seorang ayah lukai anak-anaknya. Perempuan muda hanya mampu tertunduk dan jatuh di antara kepedihan.
***
Perempuan muda tersenyum lagi karena itulah yang bisa diberikan pada wajah-wajah tak berdosa, meski hatinya menjerit pada langit, pada bumi, pada alam yang tak ramah padanya. Dia tak ingin semua orang tahu cintanya telah hilang, hatinya telah kosong, nol dan hampa. Tidak, perempuan muda itu sangat hebat. Dia telah menjadi wanita sempurna dalam kerjanya. Jadi ibu untuk ratusan pelitanya. Jadi teladan bagi rekan dan saudaranya. Perempuan tegar ditengah kegundaan. Bagai air di padang tandus. Bagai hujan di musim kemarau.
Dia tak ingin biduknya hancur. Dia tak ingin sakit hatinya luluhkan mentari. Dia wanita hebat yang pemaaf. Kesetiannya telah terlukai namun tak ingin kapal dan rumahnya hancur ditikam prahara.
Perempuan muda kini bagai robot tak lagi rasakan kasih yang dalam. Raganya dia baringkan di atas dipan suaminya. Hatinya kosong. Jiwanya terluka namun raganya dia persembahkan untuk ayah dari anak-anaknya. Untuk suami yang telah mengoreskan kesedihan yang dalam. Pedih di antara kodratnya. Perih di antara takdirnya. Perempuan hebat memilih bersama karena tak tega air mata anaknya terjatuh. Perempuan muda jalani hidup sebagai istri kehilangan cinta, sebagai ibu yang terluka karena penghianatan. Perempuan hebat tak menyerah meski Perempuan lain menertawakanya.
****
Pengembara datang di tengah gelisah, menyapa perempuan muda yang kehilangan warna dalam hatinya. Dia tak tahu bagaimana awalnya? Ada sesuatu yang mengisi relung hatinya. Sesuatu yang indah, sesuatu yang telah lama hilang dalam hidupnya. Sesuatu yang membuat harinya indah dan mampu menyisihkan sebentar kegundaannya. Pengembara tuliskan kata-kata indah untuk perempuan muda yang kehilangan banyak cinta dan lupa arti kasih sayang baginya.
Lewat mana kujawab kerinduan itu?
Adakah angin berhembus
Kesana?
Tidakkah kau rasa
Bayangan ada di depanmu
Lihat dalam segala
Yang ada di depanmu
Tidakkah ia hendak berkata
Rindu jua...
Pengembara kirimkan untaian indah. Perempuan muda hatinya berbunga, bagai camar terbang di laut lepas. Hatinya yang gundah berubah warna menjadi pelangi dengan semburat warna yang indah. Kekosongannya berganti rindu. Pengembara telah mencuri hatinya. Telah mengubah kehampaan menjadi gempita . Mengapa pengembara datang padanya? Mengapa tidak dulu saja ketika perempuan muda belum mengenal cinta? Mengapa harus sekarang, di saat kodratnya telah ditetapkan untuknya?
” Aku tak tahu lagi? Prahara atau anugrah bagiku? Aku tak mampu menjawab untuk takdir atau jalan hidupku? Aku tak tahu rahasia apalagi yang harus ku lakoni?” Perempuan muda bertanya dalam kebimbangannya.
Pengembara datang membawa cinta sekaligus resah bagi perempuan muda. Perempuan muda mulai dirundung rindu, pengembara kirimkan kebimbangan di hatinya.
Perahu dan biduk pengembara tidaklah sendiri. Banyak penumpang dan banyak jiwa menyatu dalam kodratnya. Bagaimana lagi menepis cinta yang telah terlanjur menghuni sebagaian mimpi perempuan muda? Pengembara tak mampu menjawab. Perempuan muda kirimkan resah. Pengembara diam begitu lama? Tak tahu harus berkata apa? Perempuan muda kian gundah.
Perempuan muda tak bisa lari darinya? Perempuan muda menangis lagi, tak tahu mengapa cinta harus mempermainkan hidupnya? Mengapa pengembara datang dan memberikan warna di hatinya jika tak lagi bisa bersama?
” Tidakkah kau ijinkan bagiku untuk mencintaimu? Salahkah jika kutemukan kekosongan itu padamu? Kau telah membelengguku dengan kasihmu” lemah perempuan muda itu bertanya.
” Tidak, aku tak menyalahkanmu, tentu aku ijinkan dirimu untuk mencintaiku, tapi banyak hal yang tak kau mengerti?” sejenak pengembara itu terdiam.
”Bukankah telah banyak hal yang bisa kupahami?”
”Duniaku tak sama denganmu?”
”Pada bagaian mana yang tak sama menurutmu?”
”Aku dengan segala keterbatasanku?”
” Aku tak paham maumu?’ lemah kata itu terucap dari bibirnya yang membiru karena menahan pedih yang terlalu lama.
” Kau tak akan paham atau mengerti bahwa banyak jiwa pada diriku, perahuku, keyakinanku dan salibku tak sama bagimu. Kesukaanmu karena kelebihanku dan cintamu karena kekuranganku?” Pengembara itu telah membuat hati dan pikiran perempuan muda itu kian sedih
”Lalu bagaimana denganku? Terlanjur sudah kau buat gelisah dan rindu di hatiku? Mengapa kau harus datang padaku? Bahkan sajak-sajakmu telah membelengguku!”
” Kita punya jalan yang sama, kesukaan yang sama, kita bisa mengubahnya menjadi lebih berarti!”
”Maksudmu?” Perempuan muda itu semakin gelisah
” Jangan menangis, pandanglah hidupmu, songsonglah harimu, tidakkah itu lebih berarti? Mari bersamaku meraih hari ini?” Dengan tenang pengembara itu menjelaskan pada perempuan hebat yang lama kehilangan cinta.
”Kalau begitu biarlah aku pergi darimu, atau sekalian ku ucapkan selamat tinggal padamu.” Tak bisa lagi perempuan muda itu menahan butiran kristal di matanya yang sedari tadi telah ditahannya agar tak jatuh. Dia tak ingin kelihatan lemah di hadapan pengembara.
”Kenapa harus begitu? Tidakkah kau bisa tulis pada sajak yang merupakan kesukaanmu itu?” tenang saja pengembara itu berkata, tak tampak kemarahan ataupun kebencian di wajah dan matanya.
”Jangan lagi menangis.” tambahnya lagi.
”Kau tak bisa pahami, bagaimana cintaku padamu?” lemah perempuan muda itu berucap sambil diusapnya air mata yang sejak tadi dibiarkan jatuh di pipinya.
”Apakah aku harus buang ibu dari anak-anakku? Tidak! istri adalah hidupku sendiri. Itulah salibku!” suara pengembara itu tegas dan setengah tak sabar.
”Tidak. Bukan itu mauku, aku tak ingin menyakiti siapapun, aku tak minta apapun darimu! Cukuplah ijinkan aku mencintaimu? Salahkah aku temukan itu padamu? Aku pun tak akan tinggalkan kapal dan bidukku? Tak kan kubiarkan permataku hancur karena diriku! Tak ingin kutenggelamkan kapalku didasar laut? Tidak, bukan itu mauku!” isak perempuan itu kian menjadi. Pengembara terdiam, mulai paham akan mau perempuan muda itu. Tahulah pengembara, perempuan muda itu hatinya hampa, perempuan muda telah dikhianati, perempuan muda telah terluka, perempuan muda bernasib malang. Perempuan itu telah kehilangnan banyak cinta. Ketegarannya karena hidupnya sangat berarti bagi semua orang. Perempuan hebat menemukan lagi cintanya. Pengembara tersenyum. Wajahnya begitu lembut, dia tersenyum pada perempuan muda .
”Jangan menangis lagi, ini untukmu.”
Inikah kesukaanmu: maka pada suatu hari ia ingin sekali menangis sendiri
Sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu...
Ia ingin pagi itu hujan rintik-rintik dan lorong sepi
agar ia bisa berjalan sendiri saja
Sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa?
” Mengapa engkau selalu membuatku tak bisa lari darimu? Mengapa juga kau paham akan mauku?” Perempuan muda itu tersenyum meski air matanya masih hangat terasa dipipinya. Wajahnya tak tampak sedih lagi meski tak bisa ditahannya air mata itu. Dia semakin paham maksud pengembara. Ya, Dia tak harus pergi dari pengembara. Perempuan muda telah mengubah cintanya lebih berarti. ”Carpediem” raihlah hari ini. Pengembara telah kenalkan hidup itu lebih indah dan cinta itu adalah inspirasi untuknya. Pengembara tersenyum pasti sambil dia lantunkan sajaknya.
Hujan telah turun
Menyusup tanah
harum menguap
sementara air menuju laut
tuk kembali membuat hujan
Perempuan muda tak lagi teteskan air mata. Perempuan muda temukan semuanya. Pengembara adalah semangatnya, inspirasi dan hidupnya. Tak ada yang tersakiti, tak ada yang harus terluka karena hidupnya sangat berarti. Karena harinya haruslah indah. Pengembara dan perempuan muda pun tersenyum pada esok yang membawanya pada anugrah.
****
Langganan:
Postingan (Atom)